tirto.id - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berkemeja biru. Pakaiannya necis dengan rambut tersisir rapi. Bersama sejumlah kolega politik dan awak media yang berjubel menyodorkan alat perekam dan memotret, AHY perlahan mendekati Markobar, kedai martabak yang dimiliki anak tertua Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Di kedai yang terletak di pusat perbelanjaan Transmart, Sukoharjo, tersebut, AHY dijamu martabak 8 rasa andalan Markobar. Tidak tanggung-tanggung, di akhir pertemuan, Gibran memberikan voucher gratis Markobar seumur hidup untuk AHY.
"Ini tidak ada kaitannya dengan politik, saya juga ingin merasakan suasana dan martabak khas dari Solo. Sekaligus menunaikan janji, dulu kan kami pernah ngobrol di Jakarta. Mas Gibran bilang ke saya kalau ke Solo mampir ke Markobar," ujar AHY, seperti dilansir Antara, Senin (9/4/2018).
Ini pertemuan kedua antara dua putra sulung presiden Indonesia tersebut. Meski disebut tidak terkait politik, status AHY di kedua pertemuan itu menyiratkan hal-hal yang politis.
Langkah Politik setelah Pilgub Jakarta 2017
Pertemuan pertama AHY dan Gibran berlangsung di Istana Merdeka pada Agustus 2017. Saat itu, suami Annisa Pohan tersebut tengah mengantarkan undangan kepada Jokowi untuk menghadiri peluncuran lembaga think tank yang didirikan ayahnya, The Yudhoyono Insitute (TYI). AHY bermaksud meminta doa restu kepada Jokowi.
"Iya sekalian minta doa restu karena malam ini kan kita meresmikan Yudhoyono Institute. Sekaligus kita minta wejangan dari presiden," ujar AHY kepada Antara.
Dengan menjabat sebagai Direktur TYI, AHY jadi lebih banyak melakukan perjalanan ke daerah-daerah untuk memberikan kuliah di kampus dan bertemu tokoh-tokoh setempat. Chief Communication Officer TYI Ni Luh Putu Caosa Indryani mengatakan, AHY telah mengunjungi belasan kampus hingga saat ini.
"Sampai saat ini, AHY sering diundang untuk menjadi pembicara di kampus-kampus. Berbagi wawasan dan cerita. Karena waktu terbatas, ada yang bisa kami penuhi dan tidak," ujar perempuan yang akrab disapa Caosa itu kepada Tirto.
Direktur TYI juga menjadi jabatan sipil pertama AHY setelah mengakhiri dinas militernya. Karier militer AHY yang berpangkat mayor infantri itu berakhir setelah diusung sebagai calon gubernur (cagub) dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017. Dalam pilgub itu, AHY kalah di putaran pertama dengan perolehan suara sebesar 17,06 persen.
Namun, Pilgub DKI Jakarta 2017 rupanya hanya awal dari perjalanan politik AHY yang diharapkan bisa lebih moncer. Di pertemuan keduanya dengan Gibran, AHY tak cuma menjabat Direktur TYI, tetapi juga sebagai komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat.
"Saya berada di Sukoharjo malam ini dalam rangka rangkaian perjalanan saya di Jawa Tengah. Tadi pagi datang saya mulai perjalanan dari Yogya, Klaten, dan malam ini ke Sukoharjo," ujar AHY.
Ditunjuk sebagai komandan Kogasma pada 17 Februari 2018, badan itu dibuat tak lain sebagai mesin pemenangan Demokrat di Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.
Deputi Media dan Humas Kogasma sekaligus anggota DPR dari Fraksi Demokrat, Putu Supadma Rudana, mengatakan, AHY dipilih sebagai komandan Kogasma atas keputusan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat.
"Rapimnas Demokrat menginginkan AHY berkontribusi untuk Demokrat agar jadi pemimpin masa depan partai," ujar Putu kepada Tirto.
Putu mengatakan, Demokrat menargetkan perolehan suara 15 persen di Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Sedangkan dari 171 wilayah penyelenggara Pilkada 2018, Demokrat ingin menang di 35 persen wilayah. Demokrat juga memiliki target menang di 6 dari 17 wilayah penyelenggara Pilgub 2018.
Tugas yang diemban AHY pun cukup berat. Pada Pemilu 2014, Demokrat mendapat 10,19 persen. Angka itu jauh di bawah suara yang didapat Demokrat pada Pemilu 2009 sebesar 20,85 persen.
Selain AHY, struktur Kogasma juga dilengkapi dengan dua wakil komandan dan 10 deputi yang membawahkan asisten deputi dan biro. Dua wakil komandan tersebut adalah anggota DPR dari fraksi Demokrat Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh I Teuku Riefky Harsya dan Dapil Jawa Barat VIII Herman Khaeron. Pengurus-pengurus Demokrat di daerah pun turut menjadi bagian dari Kogasma.
"Semua petugas berjalan harmonis dari DPD hingga DPC. Untuk koordinator wilayah Kogasma dipegang oleh DPD. Sedangkan koordinator kabupaten/kota Kogasma dipegang DPC. Supaya tidak overlap, mereka juga bagian dari Kogasma itu," ujar Putu.
Demi Meningkatkan Perolehan Suara Partai
"Dengan adanya Mas AHY, mesin partai jadi lebih hidup. Antusiasme kader terhadap Mas AHY luar biasa, khususnya yang milenial dan ibu-ibu," ujar Putu optimis.
Menurut Putu, ada dua alasan AHY dipilih sebagai komandan Kogasma. Pertama, kapasitas kepemimpinan AHY dinilai komprehensif. Kedua, elektabilitas AHY selalu tertinggi dibandingkan tokoh-tokoh lain selain Jokowi dan Prabowo.
"Jadi wajar karena AHY punya elektabilitas paling tinggi di antara yang lain. Demokrat menentukan AHY untuk mengabdi di tingkat pusat. Kami senang ada AHY di Demokrat. Sedangkan partai lain tidak punya sosok seperti itu," ujar Putu.
Per Februari 2018, Populi Center mencatat elektabilitas AHY sebagai capres sebsar 0,7 persen. Dalam berbagai survei, elektabilitas AHY sebagai cawapres pun cukup baik, selalu masuk dalam lima besar. Alvara Research Center mencatat elektabilitas AHY sebagai cawapres sebesar 17,2 persen. Sedangkan Indo Barometer dan Poltracking Indonesia, masing-masing, mencatat elektabilitas AHY sebagai cawapres sebsar 8,7 persen.
Selain dinilai menguntungkan bagi Demokrat, dengan menjadi komandan Kogasma, AHY juga punya kesempatan lebih banyak untuk berkunjung ke daerah. Sebelum menyambangi Jawa Tengah, AHY telah mengunjungi 17 kabupaten/kota di Jawa Timur dan 27 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Tidak hanya berguna untuk menyapa dan memperkenalkan AHY kepada masyarakat, dengan Kogasma, AHY juga bisa menghimpun tokoh-tokoh partai Demokrat di daerah.
"Di Demokrat, putra mahkotanya kan pak Agus. Memang disiapkan betul untuk nanti memegang tampuk kepemimpinan di Demokrat. AHY ini yang potensial. Dengan dia menduduki posisi formal (di Kogasma), dia leluasa untuk "kampanye" agar popularitasnya bertambah dan menambah akseptabilitas," ujar Direktur Eksekutif Populi Center Usep S. Ahyar kepada Tirto.
Dari 16 partai yang bakal berlaga di Pemilu 2019, sebanyak lima partai—PDIP, Hanura, Golkar, Nasdem, dan PPP—telah mengusung Jokowi sebagai bakal calon presiden. Sedangkan pekan lalu, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menyatakan siap maju apabila Gerindra memberikan mandat.
Sementara itu, Demokrat, PAN, PKS, dan PKB hingga saat ini belum menentukan sosok yang bakal mereka usung. Sedangkan suara empat partai baru—PSI, Berkarya, Garuda, dan Perindo—belum dihitung untuk bisa mengusung calon presiden atau wakil presiden karena belum mengikuti pemilu.
Menurut Usep, koalisi partai pengusung di Pilpres 2019 akan terbelah menjadi koalisi petahana (Jokowi) dan penantang. Untuk saat ini, posisi Demokrat masih belum jelas berada dala koalisi mana.
"Gebrakan Demokrat belum kelihatan. Mau oposisi tapi menyatakan bukan oposisi. Lihat bergabung dengan pemerintah tapi bilangnya enggak gabung. Partai politik kalau ingin jelas dalam konteks harus jelas kemana dia akan berpihak. Kejelasan bisa menaikkan elektabilitas. Dalam politik, setiap pilihan ada risikonya," ujar Usep.
Ditanya soal koalisi, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Demokrat Didi Irawadi Syamsudin mengatakan saat ini Majelis Tinggi Demokrat belum memutuskan arah koalisi.
"Pada saat ini kami terlebih dahulu sedang berkonsentrasi untuk bisa memenangkan pilkada serentak 2018 sebanyak mungkin. Setelah itu baru kami memutuskan, ke arah mana kami akan berkoalisi, apakah ke poros Prabowo, poros Jokowi ataupun bentuk poros alternatif," ujar Didi.
Munculnya nama AHY di Demokrat di satu dapat dipandang sebagai pelanggengan dinasti politik dalam tubuh Demokrat. Namun, AHY setidaknya dapat dijadikan acuan partai membentuk generasi penerusnya.
Demokrat adalah satu partai besar yang terus bergantung pada sosok SBY yang telah menjadi ketua Dewan Pembina Demokrat dari periode 2005 hingga 2015.
Partai lain terjadi fenomena serupa. Di Gerindra, Prabowo Subianto telah menjabat ketua Dewan Pembina Gerindra sejak partai itu didirikan pada 2008 dan ketua umum sejak 2014. Sedangkan PDIP sudah dipimpin Ketua Umumnya, Megawati Soekarnoputri, sejak partai berlambang banteng itu dibentuk pada 1999. Sementara itu, Surya Paloh menjadi ketua umum Nasdem, yang didirikan pada 2011, sejak 2013 hingga saat ini.
Dengan umur SBY yang semakin menua, jelas, AHY adalah "Pangeran Terakhir Cikeas" yang akan pembawa panji Demokrat di masa depan. Disebut terakhir karena Edhie Baskoro Yudhoyono, adik AHY satu-satunya, sebenarnya lebih dulu terjun ke politik ketimbang AHY. Namun, Demokrat memiliih AHY untuk diusung di Pigub DKI Jakarta 2017 dan benar-benar disiapkan untuk menjadi penerus SBY dengan mempercayakan jabatan Direktut TYI dan Kogasma.
Bagaimana langkah Pangeran Terakhir Cikeas? Tentu tak mudah melihat Demokrat yang tengah galau. Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 adalah kawah candradimuka untuknya.
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan